Pages - Menu

Jalan Busur [12 - REPETISI]

terjemahan dari The Way of the Bow oleh Paulo Coelho
~
~

REPETISI

Setiap gerakan tubuh adalah inkarnasi dari kata kerja, sebagaimana perbuatan merupakan perwujudan dari pemikiran.

Suatu gerakan kecil seringkali menghianati kita, sehingga kita perlu memoles semuanya, setiap detilnya, mempelajari teknik memanah sampai ia menjadi sesuatu yang intuitif. Intuisi tidak ada hubungannya dengan rutinitas, melainkan dengan keadaan pikiran yang melampaui teknik belaka.

Jadi, setelah melalui banyak latihan, kita tidak lagi harus memikirkan gerakan-gerakan yang diperlukan, mereka sudah menjadi bagian dari eksistensi kita. Namun untuk sampai di titik itu, engkau harus terus berlatih dan berlatih berulang-ulang.

Dan bila itu masih belum cukup, engkau harus mengulang dan mengulangi lagi latihanmu.

Perhatikanlah bagaimana seorang pandai besi menempa baja. Bagi mata yang takterlatih, ia seperti hanya mengulang-ulangi pukulan-pukulan godam yang sama.

Namun siapapun yang memahami jalan busur, akan tahu bahwa setiap kali ia megangkat godam dan menjatuhkan pukulan, intensitas pukulannya senantiasa berbeda-beda. Tangannya mengulangi gerakan yang sama, namun ketika godamnya mendekati besi yang ditempa, ia mengerti seberapa besar kekuatan yang diperlukan dalam tiap sentuhan pukulannya.

Begitulah halnya dengan repetisi, meskipun terlihat sama, ia selalu berbeda.

Perhatikanlah sebuah kincir angin. Bagi seseorang yang memandang lengan baling-balingnya sekilas, mereka seperti bergerak dengan kecepatan yang selalu sama, mengulangi gerakan yang sama.

Namun mereka yang mengenal kincir angin mengetahui bahwa ia dipengaruhi dan dikendalikan oleh angin, dan senantiasa menyesuaikan arahnya sesuai dengan arah angin.

Tangan pandai besi itu terlatih melalui pengulangan gerakan menempa dengan beribu-ribu kali melakukan pukulan. Lengan baling-baling kincir angin dapat bergerak cepat ketika angin berhembus kencang dan memastikan bahwa bagian-bagiannya bekerja dengan baik.

Pemanah dapat menerima kenyataan bahwa telah sekian banyak anak panah yang dilesatkannya jauh melampaui sasaran, karena ia tahu bahwa ia hanya akan belajar mengenai busur, kuda-kuda, tali busur dan sasarannya, dengan mengulang-ulangi gerakannya beribu-ribu kali tanpa perlu takut melakukan kesalahan.

Dan kawan sejatinya takkan pernah mengkritiknya, karena ia tahu bahwa latihan itu memang perlu, dan bahwa itulah satu-satunya cara sehingga ia dapat menyempurnakan instingnya, pukulan godamnya.

Dan kemudian datanglah momen dimana ia tak perlu lagi harus berpikir mengenai apa yang dilakukannya. Sejak itu, si pemanah menjadi busurnya, anak panahnya, dan sasarannya sendiri.