dari seberang becak tanpa arah semau angin menenggelamkan luka seketika matahari pergi ke balik jeruji roda yang diam karena jarum-jarum waktu merajut air mata dari sudut di antara dua belas garis lengkung menembus kabut kesadaranmu yang mengambang di dasar genangan darah yang tercecer jatuh dari rambutmu setelah selesai kaubaca kata demi kata yang melahirkan huruf sebatang kara yang terperangkap di padang sunyi tanpa bunyi
adalah sebuah janji tergelincir jatuh dari pekatnya aroma tembaga kemudian mengering dan pecah berkeping-keping menorehkan luka di punggung seorang pelacur yang sedang tidur mati di atas pelangi hitam-putih yang terburai dari percikan malam setiap kali dua pasang mata saling menjilati api yang membasahi retak di dinding-dinding pembuluh nafas batin mereka masing-masing yang kian terasing di tengah-tengah kota yang selalu pesing dan berbau bising
ditelan rasa lapar yang merambat dari balik lembaran kertas koran pembungkus wajah penguasa
ditikam rasa takut yang tersembunyi di dalam kepala orang-orang pandai
dimabuk air mata buaya dalam kemasan warna-warna di ujung bendera tanpa cakrawala
dan seketika senja menjadi sehitam jelaga di wajah langit yang tiap hari kita bubuhkan dengan penuh penghayatan
Jogja, 17 Oktober 2018