di sinilah aku
memakamkan ucapanku
mengubur kata-kata mati
di belantara sepi
di padang sunyi
\>|</
dari manakah terlahir kata-kata?
suatu ketika jiwa-jiwa mengembara
di dunia sepi seorang diri
terasing dari sesamanya
terombang-ambing di samudera rindunya
menggapai-gapai cakrawala
yang tak pernah sanggup diraihnya
setiap manusia adalah dunia tersendiri
seorang diri di padang sunyi tak bertepi
dalam kecamuk gelombang rindunya
di atas samudera luas di hatinya
yang tak pernah selesai diseberanginya
di bawah kubah cakrawala
dalam tempurung kepalanya
yang tak pernah sampai di gapainya
di lubuk sepi
di padang sunyi
dari dalam rahim cinta
terlahirlah kata pertama
dan rindu menjelma sayap-sayapnya
dan terbanglah ia melampaui cakrawala
dan jiwa-jiwa pun dapat saling menyapa
\>|</
kata pertama adalah air mata
yang menjelma sungai-sungai
mengalir melampaui batas cakrawala
hingga bermuara di samudera
dalam hati manusia-manusia
lalu tumbuh di sepanjang alirannya
di sabana huruf-huruf mati
tunas-tunas aksara paling purba
yang kelak menelma pohon-pohon sejarah
melahirkan peradaban-peradaban manusia
\>|</
bila ucapan adalah makhluk hidup
dan kata-kata adalah tubuhnya
lantas apakah arti hidupnya?
bila bunyi berasal dari sunyi
dan kata-kata hanyalah wadah
yang terbuat dari anyaman sepi
lantas apakah yang kita bawa
di dalamnya?
seperti kita
setiap ucapan akan kembali sunyi
setiap perkataan akan kembali sepi
yang pergi kan kembali
yang lahir kan mati
di sinilah aku
memakamkan ucapanku
mengubur kata-kata mati
di belantara sepi
di padang sunyi
\>|</
orang-orang mungkin lewat
menyaksikan deretan batu nisan
membaca nama-nama setiap kata
yang terkubur di bawahnya
lantas bertanya-tanya dalam hati
apabila kata-kata telah mati
ke manakah artinya pergi?
ke manakah makna kembali?
\>|</
dengan kata lain
membaca ini adalah
sebuah perjalanan ziarah
selamat melewati kuburan kata-kata
\>|</
dari sebuah kata tanpa arti
'enethril'
Yogyakarta, Juni 2020