Pages - Menu

Kano & Kayak (Versi 2)

**

Catatan: Tahun 2017, saya pernah menulis tentang topik yang sama persis dengan yang saya bahas dalam tulisan ini. Namun, setelah beberapa hari yang lalu saya mempersiapkan bahan untuk disampaikan dalam sebuah webinar yang membahas kayak arus deras, saya menemukan ada informasi-informasi yang baru saya sadari dan tidak begitu saya perhatikan sebelumnya, yang sepertinya menambah kelengkapan pemahaman saya mengenai sejarah olahraga ini, termasuk mengenai apa yang saya bahas di sini. Saya memutuskan untuk menuliskan ulang semuanya dalam rangka menata ulang pemahaman saya.

**


Suatu ketika, saya sedang latihan mendayung di Lembah UGM. Lantas ada seorang bapak-bapak yang mendekati ketika saya sedang istirahat di tepi telaga buatan tersebut. Ia bertanya, apakah ini (perahu yang sedang saya gunakan itu) yang dinamakan kano, dan saya menjawab bahwa perahu itu bukan kano, melainkan kayak.

Itu bukanlah kali pertama ada orang yang menyebut perahu yang sering saya gunakan ketika latihan itu sebagai kano, dan bukan kali pertama pula saya bertanya-tanya dalam hati mengapa banyak orang yang tidak dapat membedakan antara kano dan kayak. Namun, baru kali itulah saya kemudian merenungkannya sedikit lebih dalam, lantas menyadari bahwa hal itu (perkelindanan istilah ‘kano’ dan ‘kayak’) sepertinya terjadi hampir di seluruh dunia.

Layaknya seorang akademisi amatir di era kemajuan teknologi informasi (ketika itu saya kebetulan masih berstatus mahasiswa yang mendapatkan privilege fasilitas WiFi gratis tanpa batas dari kampus), saya pun melakukan riset kecil-kecilan. Duduk di bangku depan sekretariat organisasi mahasiswa pecinta alam yang saya ikuti ketika itu, menghadap laptop dengan khusyuk, saya menjelajahi rimba raya informasi di dunia maya.

Ke mana saya pergi pertama kali? Tentu saja ke depan rumah Mbah Google, mengintip lewat celah-celah jendelanya, dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan bodoh yang selalu dibalas dengan selaksa tautan penunjuk jalan menuju tempat-tempat yang mungkin akan mengandung jawab atas pertanyaan-pertanyaan saya itu.

Menceritakan perjalanan saya merambah dunia maya secara utuh tentu akan terlalu membosankan dan membuang-buang waktu para pembaca yang budiman sekalian. Maka akan saya uraikan saja kesimpulan yang saya bawa pulang dari perjalanan itu. Kesimpulan itu sendiri, mungkin, tidaklah akan sesingkat yang diharapkan, sebab beberapa hal saya kira perlu dijelaskan agar kesimpulan tersebut cukup dapat dipercayai (atau tidak). Kesimpulan itu tentu saja bukanlah kebenaran mutlak, melainkan sebatas kebenaran sementara yang saya pegang sampai saya mendapatkan informasi lain yang menghadirkan kesimpulan yang lebih baik.

*

‘Kano’ dalam Bahasa Indonesia, kemungkinan besar diserap dari istilah dalam Bahasa Belanda, yang kurang lebih mungkin masih semakna dengan ‘canoe’ dalam Bahasa Inggris. Adalah sebuah kesemena-menaan belaka, mungkin, apabila saya menyamakan begitu saja makna antara kata dari bahasa yang berbeda, meskipun keduanya adalah bahasa dari suku bangsa yang sama-sama berada di Eropa. Tetapi, melacak asal-usul kata dalam Bahasa Belanda adalah sesuatu yang, bagi saya, masih hampir mustahil dilakukan oleh karena saya tidak cukup familiar dengan bahasa tersebut. Berbeda halnya dengan Bahasa Inggris yang agak lebih mudah saya pahami. Selain itu, sebagai bahasa yang paling luas diketahui di dunia, Bahasa Inggris tentu menjadi “platform” yang memungkinkan saya untuk merambahi informasi secara lebih luas, dari berbagai belahan dunia, ketimbang Bahasa Belanda.

Maka, meskipun di awal begini sudah terlihat jelas nganga salah satu lubang besar dalam argumen yang nanti akan menjadi pondasi bangunan kesimpulan saya, perkenankanlah saya melanjutkan tulisan ini dengan tetap memegang asumsi bahwa ‘kano’ dalam Bahasa Belanda dan ‘canoe’ dalam Bahasa Inggris adalah kata yang bermakna sama, mengacu pada “a narrow, keelless boat with pointed ends, propelled by a paddle or paddles”, sebuah perahu (atau sampan) ramping, yang lancip kedua ujungnya, tidak memiliki lunas, dan digerakkan dengan menggunakan dayung.

Melacak asal-usul kata ini (‘canoe’), kita akan terdampar di salah satu pulau di Kepulauan Karibia, yang kini bernama San Salvador (bukan kota San Salvador di El Salvador), pada 1492, bersama sang penjelajah dari Spanyol yang disebut-sebut sebagai “penemu” benua baru, yang kini kita kenal dengan nama Amerika, bernama Christopher Columbus. Ialah yang, menurut John Rich, membawa istilah dan deskripsi pertama tentang perahu ramping (canoe) tersebut ke Eropa. Columbus melihat perahu jenis tersebut digunakan oleh orang-orang bangsa Arawak untuk menjelajahi perairan sekitar, dalam rangka berburu atau mencari ikan, dan mendengar bahwa mereka menyebutnya sebagai ‘kana:wa’. Lewat lidah orang-orang Spanyol, kata tersebut kemudian berevolusi menjadi ‘canoa’, masuk ke Prancis menjadi ‘canoĆ«’, lantas sampai ke Inggris sebagai ‘canoe’, dan pada 1555 ditetapkan arti bakunya sebagaimana di atas.

Bila memang betul bahwa yang pertama kali membawa istilah ‘canoa’ ke Eropa adalah Columbus, dan bila memang itulah satu-satunya jalur masuk istilah tersebut, maka menjadi sangat mungkin pula bahwa orang-orang Belanda mendapatkan kata ‘kano’ mereka dari sumber tersebut, entah bagaimana. Ini, tentu saja, tetap masih berstatus asumsi, namun asumsi yang saya kira cukup masuk akal dan dapat sedikit menyusutkan lubang di pondasi argumen saya.

Di lain kisah, masih menurut John Rich, istilah ‘kayak’ masuk ke Eropa lewat mulut para pemburu paus bangsa Denmark dan Belanda, yang pada kurun abad ke-17 dan 18, sering melakukan pelayaran hingga ke sekitar Greenland, salah satu tempat yang dihuni oleh orang-orang Inuit. Bangsa Inuit adalah salah satu dari beberapa suku bangsa yang hidup di wilayah sekitar lingkaran Kutub Utara, mulai dari Greenland, Kanada, Alaska, hingga Siberia, yang secara umum sering disebut sebagai orang-orang Eskimo. Orang-orang Eskimolah yang diketahui sebagai bangsa yang melahirkan teknologi perahu yang dikenal dengan nama kayak ini. Ada berbagai ejaan bagi nama yang mengacu pada jenis perahu serupa itu, namun kesemuanya berbunyi kira-kira sama atau mirip dengan pelafalan ‘qayak’ atau ‘kayak’. Orang-orang Eskimo menggunakan kayak untuk berburu rusa kutub maupun anjing laut di perairan sekitar tempat tinggal mereka, dan perburuan mereka yang tak jarang sampai ke lautan itulah yang mungkin mempertemukan mereka dengan para pelaut Denmark dan Belanda yang sedang berburu paus, yang lantas mendokumentasikannya (entah dengan cara bagaimana) dan membawanya ke Eropa.

Menurut kamus Merriam-Webster daring, penggunaan istilah ‘kayak’ dalam arti sebagaimana yang tertera dalam kamus, pertama kali adalah pada tahun 1757, dua abad setelah istilah ‘canoe’ diketahui oleh orang-orang Eropa. Merriam-Webster memang mendefinisikan ‘kayak’ tidak sebagai spesialisasi dari canoe, namun, dalam definisi ‘kayak’ menurut Mbah Google, dinyatakan bahwa perahu tersebut adalah “a canoe of a type used originally by the Inuit, made of a light frame with a watertight covering having a small opening in the top to sit in”, sejenis kano yang asalnya digunakan oleh Bangsa Inuit, terbuat dari rangka ringan yang terbungkus ketat dan kedap air serta memiliki lubang kecil di bagian atas untuk tempat masuk dan duduk; yang secara tersirat menunjukkan bahwa secara konseptual, dalam benak orang-orang Inggris, kayak adalah canoe jenis khusus.

Salah satu bentuk kano tradisional yang terbuat dari kulit pohon Birch (Birchbark canoe). Kano model ini kebanyakan ditemui di daerah Amerika Utara. (Sumber gambar: www-labs.iro.umontreal.ca)



Orang-orang Eskimo berburu rusa kutub menggunakan kayak. (Sumber gambar: www-labs.iro.umontreal.ca)


Dengan lagi-lagi berasumsi bahwa tatanan konsep mengenai perahu dalam benak orang-orang Eropa pada umumnya adalah sama seperti orang-orang Inggris, dan mengingat bahwa persebaran peradaban modern ke berbagai daerah di berbagai belahan dunia adalah “ulah” orang-orang Eropa, serta fakta bahwa Bahasa Inggris adalah bahasa yang telah dinobatkan sebagai “bahasa kesatuan dunia”, maka dapatlah dipahami mengapa perahu kayak kemudian cukup umum dikenal juga sebagai kano.

*

Kisah lain yang saya kira masih cukup terkait dengan perkelindanan ‘kayak’ dan ‘canoe’ adalah kisah dari era Victiroan, pada masa pertengahan hingga akhir abad ke-19, yang menyeret nama John MacGregor ke dalam pembahasan ini. Adalah pengacara berkebangsaan Skotlandia yang gemar melancong inilah yang disebut-sebut sebagai orang yang berperan besar membawa kano dan kayak ke dalam ranah olahraga (sport) rekreasional. Sebelum itu, kano dan kayak adalah perahu lebih umum digunakan untuk keperluan transportasi dan bertahan hidup (berburu atau mencari ikan).

Rob Roy di River & Rowing Museum, Oxfordshire UK

Konon, pada 1860-an, MacGregor meminta dibuatkan “canoe” (dengan petik ganda) kepada Searle & Sons dari Lambeth (ini mungkin adalah nama sebuah perusahaan pembuat perahu). “Canoe” tersebut kemudian diberi nama “Rob Roy” oleh MacGregor. Meskipun terbuat dari kayu (Oak untuk lambung dan Cedar untuk deknya) dan disebut “canoe” oleh MacGregor, bentuk Rob Roy sesungguhnya lebih dekat menyerupai bentuk kayak tradisional Inuit (beberapa sumber ada yang menyebutkan bahwa desain Rob Roy memang didasarkan pada desain kayak Inuit). MacGregor kemudian menggunakan Rob Roy untuk menjelajahi sungai-sungai dan danau-danau di Eropa. Pengalamannya selama penjelajahan tersebut kemudian ia tulis dan terbitkan menjadi buku berjudul “A Thousand Miles in the Rob Roy Canoe on Rivers and Lakes of Europe” (1866) yang laris manis di Eropa.

MacGregor mendayung Rob Roy, salah satu ilustrasi dalam "A Thousand Miles in the Rob Roy Canoe on Rivers and Lakes of Europe"

Adalah MacGregor pula yang mendirikan Canoe Club pada 1866 (yang kemudian menjadi Royal Canoe Club [RCC] atas mandat dari Ratu Victoria) yang disebut-sebut sebagai klub kano pertama dan tertua di dunia. Klub ini jugalah yang konon menyelenggarakan lomba canoeing pertama di dunia pada 1873.

Dari situ, saya kira cukup jelas dapat kita lihat bagaimana ketika itu ‘canoe’ dan ‘kayak’ sudah menjadi istilah yang tumpang tindih, dan bagaimana sebuah perahu yang bentuknya jelas-jelas lebih menyerupai kayak (bahkan, ilustrasi-ilustrasi dalam “A Thousand Miles in the Rob Roy Canoe” memperlihatkan bagaimana MacGregor mendayung Rob Roy dengan dayung berbilah ganda, sesuatu yang merupakan ciri khas kayaking). Ini setidaknya menjadi sebuah bukti yang menunjukkan bagaimana ‘canoe’ memang merupakan istilah yang bermakna lebih luas daripada ‘kayak’.

Belum jelas, memang, apakah hal tersebut memang sudah berlaku normatif ketika itu sehingga kita tidak dapat menuding MacGregor sebagai biang keladi perkelindanan kedua istilah tersebut, ataukah MacGregor ternyata memang merupakan orang yang pertama kali menyebut kayak sebagai canoe sehingga ialah yang paling bertanggung jawab atas “permasalahan tak penting” yang dibahas ini. Namun, mengingat perannya yang sangat berpengaruh, sebagai orang yang dikenal mempopulerkan canoeing dan kayaking di Eropa, MacGregor, menurut saya, cukup layak dituding sebagai orang yang sangat berperan dalam melanggengkan perkelindanan kedua istilah tersebut, khususnya dalam benak sebagian besar orang-orang Eropa.

*

Kini, di Amerika Serikat (AS), 'kayak' dan 'canoe' adalah dua istilah mengacu pada jenis perahu yang berbeda, didasarkan pada, salah satu di antaranya, tertutup atau tidaknya dek perahu tersebut. Sedang di Eropa, kayak masih lebih umum disebut 'canoe', sementara kano (sebagaimana yang dikenal sebagai 'canoe' oleh orang AS), lebih dikenal sebagai 'canadien canoe'.


**

Jogja, 28 Maret 2021