Pages - Menu

Bukan Masalah

 Adalah jarak, yang menimbulkan penghayatan akan masalah dalam kehidupan manusia.

Namun, rasa-rasanya, kehidupan yang tanpa permasalahan, hanyalah sebuah utopia belaka. Mungkin pula, permasalahan memanglah sebuah keniscayaan dalam kehidupan manusia. Hidup tanpa masalah, adalah hidup yang mandeg. Tiada yang memicu gerak, tiada perubahan, tiada dinamika, tiada waktu, tiada ruang, tiada bidang, tiada garis, tiada apa-apa. Tiada. Aku bahkan tak dapat membayangkan, bagaimanakah ketiadaan itu. Bahkan, imajinasi yang --konon katanya-- tanpa batas, tetap saja tak mampu menyentuh sesuatu yang tak ada.

Demikianlah, sehingga masalah tak perlulah dipermasalahkan adanya. Keberadaanmu, keberadaanku, keberadaan kita, sudahlah merupakan keberadaan yang --an sich-- bermasalah. Sedangkan mempermasalahkan permasalahan adalah sebuah kebodohan yang --rasanya-- tidak begitu diperlukan, kecuali, mungkin, bagi orang-orang pandai.

Dan jarak, dapatlah dibayangkan adanya, jika --dan hanya jika-- ada paling tidak dua titik. Titik-titik itu, terserah ingin kau sebut sebagai apa. 'Aku' dan 'kamu', 'aku' dan 'selain-aku', 'subjek' dan 'objek', 'das sein' dan 'das sollen', 'kenyataan' dan 'harapan', 'kata' dan 'makna', 'sekarang' dan 'nanti', 'kemarin' dan 'hari ini', 'kita' dan 'mereka', terserah! Di antara dua titik itulah terbentang benang masalah. Dan benang-benang itulah yang --pada taraf selanjutnya-- terangkai menjadi panggung pentas tarian kehidupan, menjadi kanvas lukisan alam semesta, menjadi sunyi yang menggaungkan bunyi, menjadi sepi yang menjelmakan puisi, menjadi hampa yang memuaikan rindu.

Dan itu baru tinjauan analogi dengan satu dimensi saja. Padahal --lagi-lagi-- konon katanya, semesta ini berada pada jejaring kelindan sepuluh, sebelas, bahkan dua puluh enam dimensi (menurut teori saintifik paling mutakhir). Aih! Betapa peningkatan kecanggihan ilmu pengetahuan, agaknya, selalu dibarengi dengan meningkatnya permutasi dan kombinasi permasalahan. Apakah itu mencerminkan tabiat alamiah manusia? Bahwa kita memang lebih berbakat menciptakan permasalahan ketimbang mengeliminirnya. Tetapi, tentu saja, itu tak masalah, bukan? Permasalahan membuat hidup lebih dinamis, meskipun, terlampau dinamis bisa juga berarti kaos. Namun, sekali lagi, itu tak masalah, kan?

Begitulah kira-kira adanya. Dan beruntungkah orang-orang awam yang tak sempat menghayati dimensi keberadaannya melebihi ada dalam garis, bidang, ruang, dan waktu sahaja? Dan yang tak menghayati masalah pada waktu, pada ruang, pada bidang dalam hidupnya?

Yogyakarta, 31 Agustus 2020