Pages - Menu

Menjadi Laut

Mungkin semesta ini memang terlalu luas untuk dapat ditampung oleh pikiran kita yang teramat sempit. Bukankah kita baru dapat memahami sesuatu setelah terlebih dahulu membatas-batasinya?

Mungkin semesta ini memang juga terlalu halus untuk dapat kita sentuh dengan jaring-jaring penalaran yang hanya dapat menangkap kenyataan sebagai bongkah-bongkah padatan.

Maka kita menyekati ruang dan memenggal-menggal waktu, bahkan tak jarang pula diri kita sendiri, untuk mampu memahami dan merasakannya sebagai kenyataan.

Selama ini, kupikir aku akan mampu menguak segala rahasia di balik tabir misteri kehidupan dengan pikiran dan penalaranku sendiri. Kubangun pemahamanku mengenai dunia dan kehidupan ini dengan bongkah-bongkah pengetahuan hasil penalaranku. Kudaki gunung pengetahuanku sendiri hanya untuk menemukan ketidaktahuanku. Mungkin puncak tertinggi setiap gunung pengetahuan yang seringkali berjubah keangkuhan memang adalah ketidaktahuan kita sendiri.

Kemudian baru aku menyadari bahwa bongkah-bongkah pengetahuan yang selama ini kukumpulkan tiada lain hanya berisi kekosongan belaka. Seketika bangunan pengetahuanku pun runtuh menjadi puing-puing yang tiada artinya sama sekali. Tiba-tiba segalanya menjadi hampa. Di puncak gunung itu, cakrawala masih selalu berada jauh di sana. Tak tergapai.

Mendung menggumpal menjelma di langit hampaku menutupi cakrawala. Kabut pekat mengurungku dalam ruang sempit fatamorgana. Gerimis jatuh terjuntai hingga ke bumi. Hujan membasahi daun-daun di pepohonan, rerumput dan bebatuan di tanah. Aliran air tergelincir ke dasar lembah. Anak-anak sungai berlari-lari menuruni lereng gunung. Jeram-jeram bergelora membelah daratan. Sungai-sungai terus mengalir berkelok-kelok sampai menemukan ketenangan, dan pada akhirnya mencapai laut.

Mengikuti jejak sungai menuruni gunung, kutemukan lautan luas. Sangat luas dan begitu luas hingga seolah-olah menyatu dengan cakrawala. Aku berenang hingga lelah dan tenggelam dalam gelombang. Selama ini, kupikir laut adalah air. Waktu itu, baru kurasakan bahwa laut adalah gelombang.

Merendahlah serendah-rendahnya dan bukalah seluas-luasnya. Biar daratan memenuhimu dengan air dan langit mengisimu dengan gelombang. Seperti samudera menampung cakrawala, hatimu mampu menampung semesta. Merendahlah serendah-rendahnya dan bukalah seluas-luasnya.


Jogaj, 17 April 2018