Pages - Menu

Saat Hujan Turun

Akhir-akhir ini hujan turun setiap hari. Pagi cerah, sore hujan. Lalu teringat tulisan lama yang pernah kubuat di suatu sore berhujan...
Saat hujan turun aku sedang membaca novel di beranda di depan kamar seorang temanku. Kakiku basah kena terpaan gerimis. Dan beberapa saat perhatianku teralihkan dari jalan cerita novel tersebut.

Saat hujan turun, titik-titik air jatuh ke genteng dan dalam sekejap hanya tinggal menyisakan noda gelap. Siang tadi matahari bersinar terik, maka genteng itu panas. Setetes air yang membasahi akan langsung diserap oleh genteng dan sebagian lagi menguap. Namun lama-lama seluruh genteng basah juga.

Saat hujan turun, seorang petani berteduh di bawah pohon mangga di pinggir sawahnya. Ia melepas caping dan duduk bersandar pada batang pohon itu. Cangkulnya diletakkan di samping, kemudian dia menylut sebatang rokok. Daun pohon mangga yang lebat melindunginya dari terpaan hujan. Mula-mula hanya dedaunan terluar saja yang basah, namun lama-kelamaan hujan menembus hingga ke bawah pohon, tempat petani itu berteduh. Ia tak punya pilihan selain memakai kembali capingnya.

Saat hujan turun, mobil-mobil yang melaju di jalanan menyalakan wipernya. Sementara itu para pengendara sepeda motor menepikan motornya. Mereka berteduh di emperan toko-toko yang berjajar sepanjang jalan. Sebagian besar langsung mengenakan mantel yang telah dipersiapkan dan melanjutkan perjalanan, sementara yang tidak membawa mantel akan menunggu hingga hujan reda.

Saat hujan turun, aspal panas yang basah menguapkan air dan menimbulkan aroma khas. Di atasnya para pengendara sepeda motor memacu lajunya, berlomba dengan hujan. Orang-orang berlari menyeberang jalan sambil melindungi kapala dengan tangan. Ibu-ibu mengangkat jemuran yang baru setengah kering. Anak-anak kecil berlari pulang ke rumah, memenuhi panggilan sang ibu yang berteriak-teriak.