Pages - Menu

Di Titik Aku Mempertanyakan Hidup

Selasa, Hari Ke Empat, Bulan Mei, Tahun 2010

Aku tiba lagi di titik aku mempertanyakan hidup ini. Apa maknanya kehidupan ini? Apakah hidup ini bertujuan? Apakah ada alasan mengapa kita hidup? Atau jangan-jangan hidup ini absurd. Bahkan aku mungkin harus mendefinisikan ulang arti kata 'hidup' itu.
Aku baru menyadari, ternyata aku sama sekali tidak tahu apa arti 'hidup'. Yang ku tahu, selama aku masih bernafas, berarti aku masih hidup. Secara sederhana begitu. Terlepas, ada yang mengartikan hidup dengan cara lain, yang ku tahu, hidup adalah sebagaimana di atas. Tetapi mengenai arti 'hidup' yang sesungguhnya, aku tidak tahu.
Jika hidup ini memang bertujuan, maka mungkin adalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Atau, sejauh yang kulihat selama ini, kita hidup untuk tetap hidup.
Bukankah hampir semua orang (jika tidak ingin mengatakan semua) menjalani kehidupannya untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya agar tetap bisa bertahan hidup? Setiap saat kita sibuk berusaha mencari makanan untuk dimakan agar tubuh kita tetap bisa menghasilkan energi yang akan digunakan untuk berbagai aktivitas; bernafas, memompa aliran darah, bergerak, dan sebagainya.
Bernafas sendiri adalah syarat agar makanan yang telah dimakan bisa diolah menjadi energi, karena menyuplai Oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran zat makanan (melalui glikolisis, siklus Krebs, sampai transport elektron). Sedang aliran darah adalah sistim transportasi sari makanan dari usus halus menuju ke sel-sel tubuh, tempat di mana ia diolah menjadi energi (dalam bentuk ATP) melalui proses-proses yang telah disebutkan sebelumnya. Dan energi yang dihasilkan, selain digunakan dalam proses pembakaran zat makanan (untuk menghasilkan energi), juga digunakan oleh tubuh untuk bergerak. Dan bergerak adalah cara kita memperoleh makanan dari luar tubuh. Kemudian makanan itu melalui proses seperti di atas lagi.
Bertahan untuk tetap hidup akan diusahakan oleh setiap orang dengan segala cara. Bahkan walau harus mengorbankan kehidupan lain. Bukankah kita hidup dengan membunuh mahluk hidup lain? Nasi yang kita makan adalah hasil dari membunuh padi. Begitu pula dengan sayuran dan lauk-pauk yang lain. Sadarkah kita, bahwa semua yang kita makan berasal dari mahluk hidup lain?
Seolah hidup itu sangat berharga bagi setiap orang. Setiap orang dengan hidupnya masing-masing. Tidak peduli berapa banyak kehidupan yang harus direnggut, selama kita bisa tetap hidup, maka itulah yang akan kita lakukan.
Jadi, kehidupan ini adalah sebuah lingkaran (atau segi empat, atau segi tiga, atau segi lima, atau trapesium, atau...). Kehidupan adalah sebuah perjalanan untuk tetap hidup. Ia adalah sebuah perjalanan, dan hanya perjalanan. Tanpa akhir.
Bukankah itu sama artinya dengan tidak bertujuan?
[]
Beberapa orang tidak ingin menerima jawaban semacam itu, mungkin. Lalu orang-orang ini mengajukan konsep lain mengenai hidup. Entah apa itu.
[]
Mungkin, ada yang berpendapat bahwa tujuan hidup ini akan terlihat ketika hidup berakhir. Seperti sebuah jalan, tujuannya ada di akhir jalan itu. Artinya tujuan hidup ada pada kematian.
Bukankah bagaimanapun kita berusaha bertahan tetap hidup, kita akan mati juga nantinya? Mati adalah keniscayaan bagi setiap yang hidup. (Ngomong-ngomong, yang kumaksud 'mati' adalah tidak 'hidup').
Namun ketika ditanya, "Lalu apa tujuan hidup yang ada pada kematian itu?" Tidak ada yang bisa menjawab. Sebab kematian adalah salah satu misteri terbesar.
[]
Sampai di sini, ternyata tidak ada jawaban yang benar-benar memuaskan. Lalu, mungkinkah kita hidup memang untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu?
[]
Pada akhirnya, muncullah berbagai keyakinan. Kita menyebutnya 'agama'. Sesuatu yang mencegah kita dari pemikiran-pemikiran kacau yang tak tentu arah. Sesuatu itu memberi kita pijakan, dan tujuan.

Manusia.
Rupanya pemikiran kita tidak berdasar.
Ternyata,
penalaran kita tak tentu arah.
Di titik di mana akal telah jenuh,
satu-satunya yang akhirnya kita temukan
adalah apa yang kita yakini.