Pages - Menu

Inexist Existance

Ini tentang... aku tak tahu.

Mungkin sama sekali bukan apa-apa. Aku sendiri tidak terlalu meyakininya. Buktinya, apa yang kulakukan sering kali tidak sejalan dengan apa yang menurut pemikiranku benar. Bukankah ’yakin’ itu ’melakukan’. Jadi ketika perbuatanmu tidak sejalan dengan pemikiranmu, berarti kamu belum meyakininya.

Terlalu banyak berkhayal mengenai sesuatu yang biasa-biasa saja, tetapi dalam kerangka utopia. Mungkin begitu. Khayalan yang memunculkan pemikiran yang –mungkin – ’gila’, tidak masuk akal, terlalu mengada-ada, bullshit, omong kosong, atau apa pun. Tetapi kita harus ingat, bahwa pemikiran itu sendiri nyata, dan apa yang dipikirkan itu ada.

Dan aku hanya ingin berbagi, tentang keberadaan sesuatu itu... pada kalian.

[]

Ini tentang... alam semesta. Tentang kita, manusia. Tentang gunung-gunung, pohon-pohon, air, angin, langit, bumi, matahari, Jupiter, asteroid, virus, bakteri, Uranium, listrik, hantu, malaikat, ruh, cahaya, warna... dan banyak lagi. Aku tidak mengatakan bahawa ini tentang semuanya, sebab aku sendiri tidak bisa menentukan apa saja yang tercakup di dalam kata ‘semua’ itu. Mungkin di dalamnya ada Tuhan. Sementara aku sama sekali tidak bisa menjangkau Tuhan dengan apa pun yang kumiliki, termasuk akalku. Jadi, kukatakan saja bahwa ini tentang banyak hal, tetapi tidak semua.

Pernahkah terpikir olehmu, bahwa ternyata alam semesta ini tersusun dari ruang-ruang hampa belaka? Seperti gelembung sabun. Apa yang kita lihat hanyalah bentuk, sedangkan isinya hanya sebuah ruang. Dan ruang itu... kosong.

Pada tahun 1911, Ernest Rutherford pernah melakukan sebuah percobaan. Dia mengamati hamburan sinar alfa yang dilewatkan pada lempengan tipis emas (tebalnya sekitar 0,00004 cm). Sinar alfa merupakan partikel bermuatan positif (proton). Dari percobaan itu, Rutherford menemukan ada sebagian kecil partikel alfa yang berbelok arah, dan sebagian lagi (lebih sedikit) bahkan dipantulkan.

Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan itu antara lain bahwa (1) sebagian besar volume atom merupakan ruang-ruang kosong, dan (2) diameter atom kira-kira 100.000 kali diameter inti atom (Bunjali, B. 2002) (hal ini terlihat dari kenyataan bahwa sebagian besar partikel alfa mampu melewati lempeng emas).

Dengan kata lain, seandainya kamu menggambar sebuah lingkaran dengan jari-jari 1 cm sebagai inti atom, maka untuk menggambar kulit terluarnya kamu harus menggambar sebuah lingkaran dengan jari-jari 1 km. Dan di antara lingkaran pertama (kulit) dan lingkaran ke dua (inti atom) tersebut, adalah ruang kosong.

Jika setiap zat –menurut teori Dalton—tersusun oleh partikel yang tidak dapat dibagi lagi (paling tidak secara kimia biasa) yang disebut atom (Bunjali, B. 2002), maka dengan demikian setiap zat, sebagian besarnya merupakan ruang kosong. Dapat diumpamakan seperti sekumpulan balon udara yang disatukan sehingga terlihat seperti bola raksasa, tetapi sebenarnya sebagian besar bola itu hanya berupa rongga-rongga udara.

Sampai di sini, mungkin masih cukup mudah dimengerti (semoga). Tetapi apa yang selanjutnya akan coba kujelaskan mungkin akan sedikit lebih membingungkan.

[]

Kemudian... bagaimana atom bisa ada (ada dalam artian menempati ruang dan waktu, atau dengan kata lain ber’eksistensi’)? Karena terdapat sesuatu yang menghubungkan (mengikat) intinya (proton dan neutron) dengan kulitnya (elektron). Sesuatu itu adalah energi. Lebih tepatnya medan energi.

’Energi’ adalah sebuah konsep untuk menggambarkan penyebab gejala-gejala tertentu, seperti gerak, panas, dan sebagainya. Energi, seperti halnya jiwa, tidak ber’eksistensi’, tetapi nyata. Manusia hanya mampu menyadari keberadaannya dengan mengamati gejala-gejala yang ditimbulkannya. Dengan kata lain, energi tidak berada dalam ruang, tetapi ada dalam waktu. Mungkin energi itu adalah manifestasi kekuasaan Tuhan. Entahlah... Menurutku begitu (Aku ingin meyakininya seperti itu).

Energi yang menjaga agar proton dan neutron tetap bersatu sebagai inti atom. Energi yang menjaga elektron tetap berputar mengelilingi inti atom. Dan energi pula yang membuat atom-atom membentuk unsur dan senyawa. Seperti halnya sistem tata surya dan galaksi. Energi pula yang menyebabkan mereka menyatu dan tetap bersatu sampai waktu tertentu.

Jadi, baik pada tatanan mikrokosmos maupun makrokosmos, energi memiliki peran yang sangat penting.

Energi adalah sesuatu yang menyebabkan keteraturan (cosmos), dan dapat memicu kekacauan (chaos). Meskipun dalam hukum termodinamika, kekacauan dijelaskan dengan konsep entropi, tetapi aku melihatnya sebagai gejala akibat adanya perubahan komposisi energi.

Zat yang mengalami perubahan komposisi energi dapat melepaskan sebagian energinya. Seperti saat atom-atom bertabrakan sehingga terjadi reaksi fisi berantai. Hasilnya adalah pelepasan energi yang sangat besar dalam waktu singkat dalam bentuk ledakan. Begitu pula ketika atom-atom bergabung (fusi), terjadi perubahan komposisi energi.

Namun, hal penting yang harus diingat adalah, bahwa dalam kedua macam peristiwa tersebut (fisi maupun fusi), dibutuhkan adanya energi dari luar sistem. Tidak mungkin terjadi ketidak seimbangan komposisi energi pada suatu sistem yang pada awalnya memiliki komposisi energi yang stabil, kecuali ada energi dari luar yang mempengaruhinya. Begitu pula untuk menggabungkan lebih dari satu sistem energi, maka harus ada energi dari luar yang menyebabkannya.

Jika energi adalah manifestasi kekuasaan Tuhan, maka tidak mungkin sesuatu terjadi tanpa campur tangan-Nya. Matahari tidak akan memancarkan panas, sebab panas tersebut adalah hasil dari reaksi fusi atom Hidrogen menjadi Helium. Air tidak akan ada, sebab ia adalah susunan sistem energi yang berupa molekul-molekul yang terdiri dari Hidrogen dan Oksigen. Dan tentu saja, itu berarti tidak akan ada apa-apa.

Dari penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu yang ber’eksistensi’ (materi) merupakan gejala dari adanya energi. Dan karena energi adalah manifestasi kekuasaan Tuhan, maka eksistensi adalah wujud kekuasaan-Nya.

[]

Terdapat hal yang kemudian perlu dijelaskan lebih lanjut, yaitu mengenai wujud dasar materi. Wujud dasar materi yang kumaksud adalah wujud proton, neutron, dan elektron yang sebenarnya. Ketiganya adalah partikel dasar yang menyusun zat (yang diketahui sampai saat ini). Wujud dasar ketiganya sesungguhnya adalah energi. Dengan kata lain, wujud dasar materi adalah energi.

Energi memiliki dua macam keadaan; energi terkonsentrasi, dan energi bebas. Andaikan energi yang terkonsentrasi adalah titik, maka ketika titik-titik berkumpul di satu area tertentu, ia akan menjadi sebuah titik yang lebih besar. Lalu ketika titik-titik yang lebih besar itu berkumpul juga pada satu area tertentu, ia akan menjadi sebuah titik yang lebih besar lagi. Dan begitulah seterusnya. Terus, hingga pada ukuran tertentu ia membentuk proton, neutron, atau elektron.

Karena energi tidak ber’eksistensi’ sedang ia menjadi penyusun dasar materi (yang ber’eksistensi’), itu berarti, eksistensi hanyalah semacam halusinasi. Bahwa sesungguhnya alam semesta ini ineksis. Bahwa aku, kamu, semua manusia sama sekali tidak ber’eksistensi’.

Kemudian terdapat pula energi bebas. Energi yang tidak terkonsentrasi. Jika energi terkonsentrasi diumpamakan sebagai gelembung sabun, maka energi bebas adalah udara di luar dan di dalam gelembung tersebut. Energi bebas tidak terpengaruh oleh ruang-ruang semu yang tercipta akibat adanya energi-energi terkonsentrasi. Namun justru sebaliknya. Energi bebas mampu mempengaruhi energi terkonsentrasi.

Energi bebas ini merupakan cikal-bakal hal-hal gaib. Energi bebas ini adalah ruh. Jiwa.

[]

Maka ketika kita menelusuri hakikat alam semesta sampai di dasarnya, kita akan menemukan Tuhan.

Mungkin ada yang akan berkata bahwa, jika demikian, berarti Tuhan hanyalah sebuah konsep yang dimunculkan karena manusia memiliki penalaran yang terbatas. Ketika penalaran yang kita lakukan akhirnya menemui jalan buntu, maka di situlah kita akan menyerahkan sisanya pada ’Tuhan’.

Aku tidak bisa memberi argumen yang memuaskan tentang hal ini. Sebab seperti yang telah kukatakan di awal, aku tidak dapat menjangkau Tuhan dengan apa pun yang kumiliki, termasuk akalku. Aku hanya bisa berusaha meyakininya. Bukankah pada akhirnya kita tidak berdaya sama sekali.

Tidak ada yang pasti
Yang ada hanya apa yang kita yakini
Manusia, mencoba menyusun teori
Dari kebodohan yang dimiliki
Aku hanya salah seorang yang bodoh itu