Pages - Menu

Melankoli yang Ironis - Membaca 'Ibu Kota / Air Mata'


Membaca judul (dan ilustrasi) pada sampul buku ini, segera dapat diterka bahwa puisi-puisi di dalamnya bakal sangat kental dengan nuansa melankoli.

Melankoli yang ironis, menurut saya. Melankoli dalam peluk mesra Ibu Kota. Yang nampak jelas, sekaligus yang tersamar. Yang memuakkan, namun tak sanggup ditinggalkan. Yang dibenci, tapi selalu terkenang. Yang angkuh sekaligus rapuh. Yang menjanjikan harapan selagi menyajikan kekecewaan. Yang menyemai mimpi untuk dibunuhnya sendiri. Yang teramaikan oleh orang-orang kesepian, riuh ditenggelamkan kesunyian, terasing dalam bising.

Si Pengarang seperti coba mengungkap berbagai kegelisahan yang nampaknya sangat personal baginya. Namun, apakah kegelisahan-kegelisahan itu memang hanya merupakan kegelisahan baginya sendiri saja, ataukah sesungguhnya cukup relatable buat kebanyakan orang—terutama kalangan usia menjelang dewasa yang juga menggeluti Jakarta? Saya kira yang belakangan itu sangat dimungkinkan. Maka buku ini mungkin cukup layak dibaca.

Puisi-puisi dalam buku ini seperti menghadirkan tantangan bagi pembaca untuk menggali celah-celah kepekaan empatis dalam dirinya, melalui perjumpaan dengan bentuk-bentuk penghayatan realitas yang vulgar, dingin, muram, dan sedikit kasar.


April, 2022