Ada dua ekor ayam hitam sedang mematuk-matuki pucuk-pucuk
daun tanaman palem yang tumbuh di dalam pot di halaman itu. Kemudian aku jadi
bertanya-tanya, apakah mereka memakannya?
Pada awalnya, kupikir mereka hanya sekedar bermain-main saja,
seperti apabila ada kucing yang mencakar-cakari gorden atau batang pohon. Namun
setelah agak lama kuperhatikan dengan saksama, mereka seperti benar-benar
memakan pucuk-pucuk daun tanaman palem yang tumbuh di dalam pot di halaman itu.
Aku tak tahu apakah ayam-ayam memang biasa memakan
pucuk-pucuk daun tanaman palem. Mungkin hal itu sebenarnya adalah sesuatu yang
lumrah saja adanya di kalangan ayam, tetapi karena aku belum pernah sempat memperhatikan
bahwa ada ayam yang memakan pucuk-pucuk daun tanaman palem, maka
sedikit-sedikit akupun jadi memperhatikan peristiwa yang terjadi pada suatu
pagi yang biasa itu dengan agak terheran-heran.
Kuperhatikan betapa semua tanaman palem di halaman itu
memiliki bekas-bekas seperti tercabik-cabik pada pucuk-pucuk daunnya yang
berada pada pelepah paling bawah. Bekas-bekas cabikan itu sepertinya disebabkan
oleh ayam-ayam yang sering mematuk-matukinya untuk –sebagaimana yang dapat
kusimpulkan untuk sementara—dimakan. Meskipun kesimpulan itu masih agak meragukan
bagiku, namun apa lagi kah yang mungkin bisa menjelaskan tingkah laku dua ayam
hitam itu?
Mungkin hal itu sungguh memang adalah sesuatu yang lumrah
adanya. Mungkin hanya karena belum pernah saja aku melihat ada ayam memakan pucuk-pucuk
daun tanaman palem sehingga aku jadi heran sendiri.
Ayam-ayam hitam yang kurus itu melompat-lompat untuk
menggapai pucuk dedaunan tanaman palem yang tumbuh di dalam pot di halaman itu.
Pucuk-pucuk daun pada pelepah paling bawah yang kebetulan merunduk menjadi
sasaran termudah, meskipun juga tidak serta-merta selalu mudah untuk digapai.
Terkadang ayam-ayam itu harus naik ke tepian pot untuk dapat menggapainya
dengan paruh-paruh mereka.
Sementara itu, pucuk-pucuk daun tanaman palem yang berada
pada pelepah yang lebih tinggi terlihat nyaris sempurna tanpa bekas cabikan
sama sekali. Begitulah, karena mungkin ayam-ayam itu tak mampu menggapainya.
Sedangkan daun-daun yang berada pada pelepah paling rendah, mereka seperti habis
dipangkas oleh tukang kebun amatiran sehingga tidak terlalu rapi.
Dan ketika kemudian kusadari bahwa di sekitar pot tempat
tanaman palem yang sebagian daunnya telah tercabik-cabik pucuknya itu tumbuh
tidak terdapat sisa-sisa cabikan daun sama sekali, semakin berkuranglah
keragu-raguanku terhadap kesimpulan yang barusan kukemukakan. Agaknya, memang
benar ayam-ayam hitam itu telah memakan pucuk-pucuk daun tanaman palem,
seberapa pun hal tersebut masih cukup janggal bagiku.
Betapa fakta yang baru kuketahui itu kemudian membuatku
berpikir cukup dalam. Apakah hal tersebut adalah suatu kewajaran yang normal
bagi semua ayam, ataukah itu adalah suatu fenomena yang menyelubungi suatu inti
kenyataan yang lebih dalam lagi di baliknya?
Lalu, kulihat salah satu ayam hitam itu kemudian memungut dengan
paruhnya sehelai guguran mahkota bunga kamboja berwarna merah muda yang
kebetulan terjatuh di halaman itu. Kemudian, setelah memungutnya, dalam suatu
gerakan tangkas, ia melemparkannya ke atas sebelum kemudian menangkapnya
kembali dengan paruh yang menganga lebar, lalu menelannya dalam seketika. Dan
hal yang sama kemudian juga dilakukannya terhadap sehelai daun gugur yang
tergeletak tak jauh dari tempatnya menemukan guguran bunga kamboja.
Fakta-fakta baru tentang ayam kota itu memaksaku mengais-ngais
kembali ingatan samar tentang ayam-ayam di kampung halamanku. Apakah yang
dilakukan ayam-ayam di kampungku itu ketika mereka mencari makanan? Mereka
berjalan mengelilingi pekarangan rumah, lalu di tempat-tempat tertentu mengais-ngais
tanah dengan cakarnya.
Ah, tentu saja. Mungkin karena di kota nyaris tidak ada lagi
tanah yang dapat dikais-kais sebab telah tertutupi oleh paving blok, semen,
atau aspal. Cakar-cakar mereka yang lemah itu tentu takkan mampu mengais-ngais
semen dan aspal.
Ayam-ayam kota yang malang.
*
Namun, itu semua sebelum aku melihat ada kupu-kupu bersayap kuning
yang hinggap di plang rambu lalu-lintas di tengah jalan raya…
Jogjakarta, Pagi yang biasa, 9 Oktober 2017