abu rindu

tahukah kau
aku selalu merindu

ada getar tanpa suara
dan pendar layar bercahaya

selalu kutunggu datangnya
malam larut mengendapkan kita
di dasar obrolan tanpa suara
di ujung kata-kata tak terbaca

sebelum tidur menculik perasaan kita, 
menyembunyikannya di jagad pertanda
di belantara mimpi yang segera terlupa

dan angin dingin berlalu diam-diam setelah mencuri kata-kata yang sepanjang hari kurangkai di atas kertas-kertas lembar jawaban ujian, di bawah daftar panjang pertanyaan-pertanyaan yang setiap saat dihadirkan kehidupan ke hadapanku.

abu sisa kertas dan bara tembakau memenuhi asbak, mengubur helai-helai waktu yang gugur berlalu sia-sia seperti daun-daun kering di taman dan sepanjang jalanan kotamu yang setiap pagi tersapu jejak-jejak sepatu dan roda-roda pembangunan (dan penggusuran).

hanya dalam mimpi aku dapat menemuimu, meskipun itu juga tak pernah lebih dekat dari kenyataan. selalu ada jarak di antara kita yang (sepertinya) hanya dapat diseberangi oleh kata-kata. tapi kata-kata terlalu rapuh di hadapan terpaan angin dingin wacana dunia nyata (yang maya). seperti halnya mimpi-mimpi di lubuk hiruk-pikuk kota.

dan (kata-kata) rindu menjadi abu, 
(huruf-huruf) berhamburan tersapu
angin, membawanya berlalu
tertelan gelombang samudra bisu.

Yogyakarta, 2 Agustus 2020