Ruang Suaka

sementara
berjuta-juta kata-kata
riuh bertebaran di udara
ramai berhamburan di dunia maya
semakin pejal, padat, dan keras terasa
membenturi kepala, menyesaki dada
menghimpit cakrawala dan meracuni udara
dengan kepulan debu prasangka buta
asap gelap membumbung ke angkasa
jejak ledakan berita tak terbaca

dan jiwa-jiwa nelangsa 
manusia-manusia tanpa wajah
terkapar bersimbah luka tak berdarah
memendam dendam dan amarah
mendengar burung-burung berkicau
merdu memuntahkan peluru
hujatan, celaan, dan caci maki
ungkapan kebencian dan sakit hati
dari pucuk-pucuk menara baja
dari jalinan kabel-kabel cahaya
dalam perang wacana
propaganda dan tipu daya

aku sembunyi di dalam sunyi 
berlindung di hutan puisi
belantara liar kata-kata lepas
yang boleh kau maknai secara bebas

puisi adalah kebun tanpa pagar 
tanpa kawat duri yang membatasi
di mana pohon-pohon kayu tumbuh
dari dalam tanah-air jasadmu
merambah hingga ke langit rohanimu
dahan-dahan rimbunnya meneduhi jiwamu
bunga-bunga mekarnya semerbak di hatimu
dan buah-buah hikmahnya kan matang di benakmu

puisi adalah ruang tanpa dinding 
tanpa sekat-sekat yang menutupi
kau boleh datang dan pergi sesukamu
atau tinggal sejenak melepas penat
menikmati hangat makna secangkir teh atau kopi
sebungkus nasi oseng tempe atau sambel teri
ditemani kerupuk atau gorengan
sebatang rokok, dan obrolan ringan
selagi menyesapi derai-derai hujan
yang betah mengguyur jalanan
membasuh keruh di udara
membuka kembali cakrawala

mungkin juga 
puisi sekadar kata-kata hampa tanpa makna
namun selalu menawarkan ruang terbuka
bagi para pencari suaka

Yogyakarta, Mei 2020