Pages - Menu

Kepada Waktu Yang Bisu

Wahai waktu yang menghamparkan kehidupan dan membentangkan jalan hidupku,
yang berjalan di belakangku (memegang cambuk yang menjilat-jilati perih di punggunku),
yang berjalan di depanku (memegang rantai yang terulur hingga belenggu di leherku),
yang terus saja berjalan tak peduli lelah dan letih yang kuseret-seret di kaki,
dan tetap saja berjalan meski pedih dan perih menumpuk di hati.
Mengapa selalu saja engkau membisu ketika kutanya apa yang sesungguhnya ada di balik kabut itu,
yang pekat mengambang di belakang,
yang gelap menanti di depan,
yang menyembunyikan segala jawaban atas semua pertanyaan,
dari manakah kita, dan hendak ke mana?
Sementara langit yang cerah berawan maupun yang gelap berbintang
hanya mengajariku fakta bahwa cakrawala itu tak bertepi,
dan aku hanya bisa melihat sisi dalam tempurung pengetahuanku saja.
Selebihnya adalah misteri yang takkan mungkin kuketahui.
Seperti misteri kedalaman telaga jiwa yang selalu hanya menampakkan wajahku saja
dalam wujud yang sarat bias-bias riak pada permukaannya.
Tiada jawaban atas pertanyaan mengenai siapakah aku ini sesungguhnya.
Sementara bintang-bintang mesti membakar dirinya demi menjadi ...
Sementara pepohonan rela menggugurkan dirinya demi tumbuh ...
Sedang aku harus bagaimana?
Selain terus berjalan dan tetap tak tahu,
dan engkau tetap saja membisu.