Pages - Menu

Hujan Pada Suatu Ketika

Aku adalah tetes hujan yang jatuh dari langit
pecah berhamburan membasuh bebatuan
menghayati beribu-ribu kemungkinan
warna-warni derai cahaya pelangi yang semu
oleh jarak dan sudut pandangmu
terhadap fenomena pelangi dan keindahan
terhadap asal muasal dan tujuan
terhadap hulu dan hilir…

Aku adalah basah yang meresap terserap tanah
yang di dalamnya terkubur kehidupan
yang pernah mati sebagai kenangan yang dilupakan
sebagai harapan yang dicampakkan
namun kemudian tumbuh kembali di rerumputan
yang terselip di sela-sela bebatuan
yang kita tumpuk bersusun-susun
untuk membangun dunia yang tinggi
yang lebih tinggi daripada langit
namun kita lupa menggali yang dalam
yang lebih dalam daripada bumi…

Aku adalah ricik yang terpercik ketika sungai
menjumpai batu yang selalu setia menjaga waktu
di antara keabadian dan kesementaraan
di antara perjumpaan dan perpisahan
di antara kelahiran dan kematian
di antara aku dan engkau
yang mengalir dalam kesadaran semesta
yang di dalamnya manusia
tak lebih dari setitik debu
dan kita hanya tiada
yang seolah saja ada…

Aku adalah keruh yang mengendap
di dasar telaga yang berharap
tenang yang syahdu kan datang menguak rindu
dan menampakkan kesejatian langit
dan bulan dan bintang-bintang
dan siang dan malam
dan aku dan cakrawala pandangku
dan kita semua
tanpa bias-bias maya…

Aku adalah perahu yang tak tahu
ke mana arah di mana tujuan
di lautan yang terdiri dari gelombang
tengadah ke langit dan samar-samar teringat
hujan pada suatu ketika…


Jogja, 5 September 2016