Pages - Menu

Dalam Setiap Butir Hujan

Aku bukan diriku ketika menatapmu dalam-
dalam seperti purnama
pada telaga yang
dengan dinginnya tak geming
walau daun-daun
gugur
membusuk
jadi tanah.

Aku bukan diriku ketika
sunyi yang bersekongkol dengan malam membisikkan kata-
kata yang tak pernah terucap
pada hatiku yang gelisah
sebab makna menghilang
pada setiap helai huruf yang berserakan
di antara jari-jari
waktu yang kerdil
menunjuk-nunjuk bilangan tak masuk akal
yang menghantui setiap orang.

Aku bukan diriku ketika berjalan di lorong-
lorong sempit tempat kehidupan adalah mantra yang diukir
pada dinding-dinding peradaban
agar setiap orang terlindung
dari kematian yang dengan sabarnya selalu setia
menunggu di balik dinding itu.

Aku bukan diriku ketika hujan membasahi rambutmu
melahirkan pelangi dalam sendu
tatapanmu yang kelabu tetapi selalu
rapi terbalut senyum paling manis sedunia.

Aku bukan diriku
di sini
sementara kamu
di suatu tempat
di dalam telaga tersembunyi oleh malam
sunyi di luar jangkauan kata dan
makna yang tak mampu menembus dinding-
dinding kehidupan yang membagi kita
dalam ruang hampa masing-masing.

Titik-titik
hujan seperti
ingatan yang
terpecah dan
berhamburan jatuh
dari langit.

Senyummu ada dalam setiap butirnya.


[Yogyakarta, 19/02/2015]