kaugenggam erat-erat kenangan
dalam lipatan sepucuk surat yang telah usang
yang dulu diselipkannya diam-diam
pada rambutmu ketika dibelainya pelahan
sembari menyeka gerimis yang jatuh
tanpa kata-kata, tanpa suara tik, tik, tik...
(yang seperti merintih)
kupu-kupu bersayap cahaya terbang
melintasi bingkai duniamu lalu
hinggap pada warna-warni pelangi
yang pernah kauabadikan dalam lukisan
yang kini terpatri di dinding
ruang paling sunyi di hatimu
dibawanya serta sehelai
waktu yang pernah tercecer
pada kelopak bunga-bunga yang tumbuh
di tepi sungai di antara batu-batu
tempatnya berdiri menyaksikan
air mengalir deras
kauhirup sarat-sarat kenangan
yang larut dalam secangkir kopi
hitam yang begitu pekat
tanpa apa-apa lagi
selain rembulan bundar
yang berpendar-pendar
pucat pasi di dasar cangkir
diteguknya pelan-pelan senja
yang larut bersama rasa
segelas teh yang diseduhnya
pada lautan tepat ketika
matahari tinggal separuh
tercelup di ujung cakrawala
meninggalkan gelombang-gelombang
panjang berwarna kemerahan
"kehidupan ini sekedar mampir sebentar
untuk direguk sebagai puisi"
kuhembuskan kalimat ini
bersama asap yang mengepul sebentar
yang kelak juga mesti pudar
Jogjakarta, 6 Juni 2017