Pages - Menu

MENERTAWAI KEBODOHAN SENDIRI

Suatu hari yang entah kapan di masa lalu, kita terbangun dari tidur dan menyadari ada yang telah hilang di dalam diri kita. Entah kapan persisnya peristiwa itu terjadi, tak ada yang benar-benar ingat. Mungkin sejak kita beranjak meninggalkan masa kanak-kanak dan melupakan mimpi-mimpi ajaib kita. Mungkin sejak kita mulai mengenal dunia ini dan menganggapnya sebagai satu-satunya yang nyata. Atau mungkin jauh sebelum itu. Tak ada yang ingat kapan tepatnya. Sama seperti setiap kali kita kehilangan benda apapun, kita tak pernah tahu kapan benda itu hilang. Kita hanya tahu bahwa kita telah kehilangan ketika kita membutuhkannya.

Maka demikianlah, sejak hari yang entah kapan itu, setiap hari kita terbangun dengan rasa kehilangan yang sama. Betapa kehidupan kemudian menjadi begitu muram, begitu kosong, begitu sia-sia, begitu tak layak dijalani, tak peduli seberapa banyak hal yang kita miliki dan kita peroleh di dalamnya. Seandainya kita bisa menemukannya kembali. Seandainya kita bisa merasakan kembali apa yang telah hilang di dalam diri kita itu. Akan kita tukarkan seluruh kehidupan kita demi menemukannya kembali. Dan begitulah. Demi itulah kita menjelajahi dunia, menjelajahi seluruh bumi dan angkasa. Menjalani hari demi hari. Untuk menemukan kembali apa yang telah hilang di dalam diri kita.

Tetapi mungkin, jangan-jangan, selama ini kita mencari di tempat yang salah. Seperti Nasrudin yang kehilangan kunci rumahnya pada suatu malam dan sibuk mencarinya di selokan di bawah lampu-lampu jalanan. Mungkin kita semua sudah pernah mendengarkan kisah jenaka itu berulang kali, dan tidak pernah tidak menertawai kebodohan Nasrudin. Tetapi mungkin, yang kita tertawai sesungguhnya adalah kebodohan kita sendiri. Mungkin, kita semua adalah Nasrudin yang sedang kehilangan kunci rumahnya itu. Mungkin benar bahwa hal paling lucu di dunia ini adalah kebodohan kita sendiri.

24 Oktober 2018