Pages - Menu

Dua Pengemis

Kalau kau sedang berjalan-jalan menyusuri jalanan kota-kota besar,
tengoklah sesekali kanan-kiri.
Kalau kebetulan kau sedang terhenti di persimpangan jalan,
tengoklah sesekali keluar jendela.
Kau akan melihat dua pengemis.

Yang satu, di situ.
Di trotoar berdebu.
Datang dengan seluruh jiwa-raga
dan sisa-sisa harapannya,
mengetuk-ngetuk kaca jendela
ruang di mana hatimu berlindung.
Menengadahkan cawan kosong hatinya.
Pandanglah gurat wajahnya lekat-lekat. Tataplah jernih matanya dalam-dalam. Mungkin kau kan mengerti
apa yang sesungguhnya ia cari.
Bukan seribu atau beribu-ribu
(angka-angka sia-sia yang hanya menambah sesak dunia)
yang hanya dapat mengisi perut.
Yang ia rindu darimu
sekadar cinta dan kasih sayang,
yang mungkin kan menetes dari ujung tulusmu,
tuk membasuh kering ceruk lubuk jiwanya.
Di mana ada
Sebiji benih kebaikan yang kan tumbuh menjadi pohon rindang peneduh kehidupan.

Yang lain, di sana.
Di langit-langit kota.
Datang hanya membawa muka
Bertopeng ketulusan di atas wajah kepentingan
Bermakeup slogan-slogan dan janji kosong
Berbusana bagus dan rapi tanpa isi hati
Mengumbar senyum palsu berlatar langit biru
Bertengger di pucuk tiang-tiang baja raksasa
Di sebelah iklan tentang pembangunan
Di bawah lambang dan warna-warni fatamorgana
Menjajakan mimpi-mimpi yang kan terlupa
Esok hari ketika kau tiba-tiba terjaga
Dalam sesak hidupmu, sedang ia telah bertahta.

Dua pengemis
Yang satu bersimpuh di trotoar berdebu
Yang lain bertengger di pucuk tiang baja raksasa
Sekali-sekali tengoklah melalui jendela hatimu.


Jogja, pagi, 20 April 2018