Pages - Menu

Mengapa

mengapa mesti berdiri
mengapa mesti membungkuk
mengapa mesti bersujud
mengapa...

Malam

Malam
adalah gelap
adalah hitam
adalah kelam
adalah dingin
adalah sepi
adalah sendiri
meresapi
bisik

nurani

Kambing Hitam

Zaman
mungkin tak sama lagi

Ah, zaman
mengapa selalu jadi kambing hitam perubahan

Malam di Sekretariat

Di pojok kampus
bawah naungan lampu, dari gelap
yang sudah meraja di malam.
Ada anak-anak muda berkelakar
merongrong sepi yang setia mengawal malam.
Tetapi tidak, di sana.

Malam di sana
adalah pesta
kebebasan
dari jerat kuliah dan tugas-tugasnya

Bertaburlah suara-suara, sumbang
di atas petik dawai dan tabuh gendang
bukan musik untuk dilahap telinga, memang
maka tak usah dengarkan, teriakkan!
Mereka bernyanyi untuk menumpahkan rasa
biar sepi tak betah.

Di meja kayu tua
empat orang bertarung.
Raja-raja saling bantai
dipermainkan.
Mereka tertawa
Ini hanya permainan, kan.

Dan berceritalah masa lalu
dari mulut-mulut setengah sadar
mengepul, dalam nafas-nafas
asap

Larut bersama malam yang semakin pekat
Mimpi-mimpi tentang:
sungai-sungai panjang,
gunung-gunung besar,
gua-gua dalam,
tebing-tebing tinggi,
dan orang-orang yang hidup di sekitarnya

Ah, para petualang
Bernyanyilah malam ini, walau sumbang
Tertawalah malam ini
Bermimpilah malam ini

Hari esok menanti untuk bertualang

Di Antara Tidur dan Terjaga

Untuk apa Kita ada di sini?

Dari celah di bawah pintu
Pagi masih sepi, tetapi seperti berbisik, ada yang mencoba membangunkan Kita
Pertanyaan-pertanyaan sederhana yang sering tertinggal tak terjawab di atas kasur empuk tempat Kita kadang merenungi mimpi yang baru saja hilang dari ingatan
Atau menghayalkan kenyataan lain yang seandainya bisa terjadi dalam hidup
Tetapi mungkin Kita terlalu menyukai berbaring lebih lama
Sampai sisa-sisa mimpi benar-benar telah kering menguap oleh mentari yang menelusupkan lebih banyak lagi sinarnya melalui lubang-lubang jendela.

Apa yang seharusnya Kita lakukan dalam hidup?

Seperti mencekik,
Setiap kali gayung menumpahkan air pada tubuh Kita yang kerontang
Lalu dingin menusuk menembus kulit, daging, dan tulang
Dan lebih dalam lagi
Jauh di dalam diri Kita terasa 'sesuatu' bergetar

Kemana seharusnya Kita melangkah?

Di setiap jejak kaki yang Kita tinggalkan di tanah
Tertulis bagai prasasti yang dipahat selama bertahun-tahun yang telah Kita lalui
Hingga debu peradaban menguburnya dalam gemerlap dunia
Masa depan yang Kita lihat adalah...

Sampai mana jalan ini akan berakhir?

Di banyak persimpangan yang Kita hadapi, ragu tertelan bersama ludah, lalu
Hela nafas panjang…
Apakah setiap jalan memiliki tujuan masing-masing yang berbeda, atau sesungguhnya setiap jalan tidak menuju ke mana pun. Lalu mengapa Kita masih saja berjalan?
Berhentilah Kita melangkah.
Terdiamlah Kita.
Tetapi dunia tak pernah berhenti memutar waktu.
Maka Kita melangkah lagi.

Kemana?

Into The Mist
image url (https://stylegerms.com/wp-content/uploads/2013/06/intoTheMist.jpg)